Sanjiwani: Jurnal Filsafat
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani
<table class="data" width="100%" bgcolor="#f0f0f0"> <tbody> <tr valign="top"> <td width="20%">Nama Jurnal</td> <td width="80%">: <a href="http://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani" target="_blank" rel="noopener"><strong>Sanjiwani: Jurnal Filsafat</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Frekuensi</td> <td width="80%">: <strong>Maret dan September</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">DOI</td> <td width="80%">: <a href="https://doi.org/10.25078" target="_blank" rel="noopener"><strong>https://doi.org/10.25078</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">ISSN Cetak</td> <td width="80%">: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1180424864" target="_blank" rel="noopener"><strong>1978-7006</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">ISSN Online</td> <td width="80%">: <strong><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1587111628" target="_blank" rel="noopener">2722-9459</a></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Indexing</td> <td width="80%">: <a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/profile/8153" target="_blank" rel="noopener"><strong>Sinta</strong></a>, <a href="https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/27499" target="_blank" rel="noopener"><strong>Garuda</strong></a>, <a href="https://scholar.google.com/citations?hl=id&view_op=list_works&gmla=AJsN-F5kfCB8OjzKYSF8Kp8ckNXDs3K0J5IC1IZqinOyCn32CQjT_Pf1sBbejIEkCfXvHlIUYtsQXZ3IbqtoH20Lcz4YrpIzRily5mxYC2afHpBMMmBRdYk&user=D_2TUhYAAAAJ" target="_blank" rel="noopener"><strong>Google Scholar</strong></a>, <a href="https://portal.issn.org/resource/ISSN/2722-9459" target="_blank" rel="noopener"><strong>Road</strong></a>,<a href="https://moraref.kemenag.go.id/archives/journal/98810827380898862?page=1&size=10" target="_blank" rel="noopener"><strong> Moraref</strong></a>, <a href="https://app.dimensions.ai/discover/publication?search_mode=content&and_facet_source_title=jour.1390455" target="_blank" rel="noopener"><strong>Dimensions</strong></a>, <strong><a href="https://www.scilit.net/wcg/container_group/106280" target="_blank" rel="noopener">Scilit</a></strong>, <strong><a href="https://www.base-search.net/Search/Results?type=all&lookfor=Sanjiwani%3A+Jurnal+Filsafat&ling=0&oaboost=1&name=&thes=&refid=dcresen&newsearch=1" target="_blank" rel="noopener">Base</a></strong>, <a href="https://search.crossref.org/?q=Sanjiwani%3A+Jurnal+Filsafat&from_ui=yes" target="_blank" rel="noopener"><strong>Crossref</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Editor-in-Chief</td> <td width="80%">: <a href="https://scholar.google.com/citations?user=RPYT5OAAAAAJ&hl=id" target="_blank" rel="noopener"><strong>I Made Pasek Subawa</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Kontak</td> <td width="80%">: <strong>jurnalsanjiwani@uhnsugriwa.ac.id</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Penerbit</td> <td width="80%">: <a href="https://uhnsugriwa.ac.id/" target="_blank" rel="noopener"><strong>Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Deskripsi</td> <td width="80%"> <p>Sanjiwani merupakan jurnal ilmiah yang dikelola oleh Jurusan Filsafat Timur Fakultas Brahma Widya Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, yang hadir untuk memberi ruang dan gerak bagi para penulis yang memiliki visi untuk mengembangkan dan menyebarluaskan nilai-nilai filsafat. Implementasi ajaran filsafat tercermin pada setiap aspek kehidupan umat manusia. Sanjiwani sebagai Jurnal Filsafat berusaha melakukan pencerahan melalui kontemplasi hakikat berbagai macam realitas.</p> <p>Fokus dan ruang lingkup Sanjiwani: Jurnal Filsafat, yaitu: (1) Filsafat (2) Filsafat Timur; (3) Filsafat Agama; (4) Filsafat Hindu Klasik - Kontemporer; dan (5) Isu Pemikiran Hindu di Tingkat Global (Perennialisme, Humanisme, Feminimisme, Pluralisme, serta Ekologi).</p> </td> </tr> </tbody> </table>Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasarid-IDSanjiwani: Jurnal Filsafat1978-7006KONFERENSI PEMUDA BALI 2024: PENGUATAN MODERASI BERAGAMA MELALUI PARTISIPASI PEMUDA DALAM ISU PUBLIK
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/4080
<p>Nilai moderasi beragama berperan penting dalam menjaga keharmonisan pada kehidupan multikultural yang sangat dekat dengan konflik karena perbedaan. Nilai moderasi beragama mengambil jalan tengah pada bias pluralisme yang kental dalam masyarakat. Dewasa ini, penguatan nilai moderasi beragama menjadi salah satu sasaran utama dalam program kerja pemerintah, khususnya di Kementerian Agama. Internalisasi nilai moderasi beragama tidak hanya mulai diselipkan dalam kurikulum pendidikan namun juga terstruktur pada masyarakat umum misalnya melalui kegiatan yang terkait pada isu-isu publik. Salah satu kegiatan tersebut adalah Konferensi Pemuda Bali yang diprakarsai oleh Yayasan BasaBali Wiki untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terutama kaum milenial dalam menanggapi isu-isu publik di masyarakat, termasuk isu toleransi dan keberagaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penguatan nilai moderasi beragama melalui partisipasi pemuda dalam pemecahan isu publik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Hasil yang diperoleh yaitu adanya kesepahaman pemuda dalam membentuk alur pemecahan isu publik yang ada di masyarakat termasuk isu dalam pluralisme.</p> <p>Kata Kunci: <em>Moderasi Beragama, Partisipasi Publik, Isu Publik, Konferensi Pemuda Bali</em></p>Ni Nyoman Yunike Kurniarini
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015213114510.25078/sjf.v15i2.4080KRITIK ATAS GAYA HIDUP HEDONISME DALAM PERSPEKTIF ETIKA PESIMISME ARTHUR SCHOPENHAUER
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/3062
<p>Hedonisme merupakan sebuah pandangan yang mengedepankan pencarian kebahagiaan dan kesenangan sebagai tujuan utama dalam kehidupan. Meskipun konsep ini menarik bagi beberapa orang, namun konsep ini tidak terlepas dari sejumlah kritik yang diajukan terhadap gaya hidup hedonisme. Hedonisme sering dikritik karena dianggap mengarahkan pada kehidupan yang kurang bermakna. Jika satu-satunya tujuan adalah mencari kesenangan dan menghindari penderitaan, maka hal tersebut dapat mengabaikan aspek-aspek yang lebih dalam dan bermakna dari kehidupan, seperti pengabdian kepada orang lain, serta pengembangan etika dan moralitas. Salah satu kritik terhadap gaya hidup hedonisme datang dari pemikiran Arthur Schopenhauer. Oleh karenanya, dengan metode kualitatif dan pendekatan hermeneutik filosofis, maka hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Arthur Schopenhaur memandang sebuah kehidupan sebagai rangkaian dari penderitaan, manusia menjadi menderita karena kehendak yang dimiliki. Upaya dalam menemukan kebahagiaan dalam pandangan Schopenhauer adalah dengan mengendalikan kehendak. Kebahagiaan tidak dapat diukur dalam hal kenikmatan fisik seperti makanan, minuman, atau hiburan dan barang-barang mewah. Namun kebahagiaan yang sejati muncul dari sikap asketis serta melakukan penyangkalan terhadap kehendak. Gaya hidup hedonisme bagi Schopenhauer adalah sebuah perilaku sia-sia, karena hal tersebut justru membawa manusia pada jurang penderitaan.</p>Gede Agus SiswadiI Dewa Ayu PuspadewiMichella Desri Violita
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015214615710.25078/sjf.v15i2.3062REALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF METAFISIKA THOMAS AQUINAS
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/3158
<table width="574"> <tbody> <tr> <td width="426"> <p>Kehidupan beragama di Indonesia merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Namun, pada realnya, kehidupan beragama di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan. Intoleransi merupakan sikap tidak toleran terhadap pandangan atau keyakinan yang berbeda. Diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan agamanya. Kekerasan merupakan tindakan yang menimbulkan kerugian fisik atau psikis terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan agamanya. Perspektif metafisika Thomas Aquinas tentang kehidupan beragama dapat memberikan wawasan yang bermanfaat untuk memahami dan mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Aquinas menekankan pentingnya hakikat atau esensi dari suatu hal. Hakikat ini merupakan sesuatu yang melekat pada suatu hal dan tidak dapat berubah. Dalam konteks kehidupan beragama, hakikat ini dapat dimaknai sebagai nilai-nilai dasar yang menjadi landasan bagi praktek beragama yang baik. Berdasarkan perspektif Aquinas, intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan merupakan praktik beragama yang tidak sesuai dengan hakikatnya. Praktik-praktik ini bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang universal, seperti nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Tujuan dari penulisan artikel ini ialah merefleksikan realitas kehidupan beragama di Indonesia dalam perspektif metafisika Thomas Aquinas. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini ialah metode kualitatif kepustakaan dengan menelusuri buku-buku sebagai sumber primer dan artikel sebagai sumber sekundernya. Hasil yang ditemukan dalam penulisan artikel ini ialah berbagai masalah kehidupan beragama di Indonesia yang pada dasarnya merupakan kurangnya kesadaran untuk menggunakan akal budi dalam beriman. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa penghargaan terhadap perbedaan dalam kehidupan beragama untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis akan tercapai bila masyarakat Indonesia menggunakan akal budi dalam beriman.</p> <p> </p> </td> </tr> </tbody> </table>Yohanis Emil
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015215817110.25078/sjf.v15i2.3158OPENING NEW DOORS: SYNTHESIS OF ISLAMIC SCIENCE AND MODERN SCIENCE IN THE PHILOSOPHICAL BASIS OF THIS CENTURY
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/3287
<p>Terdapat kesenjangan antara ilmu pengetahuan Islam dan ilmu pengetahuan modern yang perlu diatasi. Studi ini berupaya menjembatani kesenjangan tersebut dengan landasan filosofis abad ini dan mengidentifikasi titik kontak dan perbedaan antara paradigma ilmiah Islam dan sains modern. Melalui pendekatan ini, kami berharap dapat menemukan cara untuk memperkuat dan mengintegrasikan keduanya sehingga menghasilkan wawasan baru yang holistik dan komprehensif dengan mempertimbangkan landasan filosofis zaman ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan studi kepustakaan atau library research Setelah data dan fakta diperoleh, maka akan diolah dengan menggunakan metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini, yaitu metode filosofis-historis. </p>Ulfi Nabila Eka SafitriHasna AmbarwatiCantika YulianasariSilmia Rasyida Nurul FatikhahAhmad Muthohar
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015217218110.25078/sjf.v15i2.3287MENATAP MASA DEPAN INDONESIA DALAM DUNIA EKOLOGI MODERN
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/3291
<p>Keberadaan ekologi di Indonesia merupakan salah satu diskursus yang patut dikaji dan bahasa dalam ruang publik atau privat. Esensi dan eksistensi ekologi di Indonesia merupakan nilai luhur <em>(ultimate value)</em> yang krusial dan penting dalam diskursus filsafat metafisika. Fokus diskursus penelitian ini adalah untuk mengkonfrontasikan pemikiran Heidegger terkait relasi eksistensial manusia (dasein) yang tidak terlepas dari lingkungan alam sekitarnya. Menyibak salah satu aspek nilai harmonisasi dan keteraturan, yaitu relasi dengan sesama manusia, dan alam serta ciptaan lain di bumi Indonesia ini. Dengan melihat realitas ekologi seperti ini manusia (Dasein) harus melihat secara menyeluruh pengaruh dan dampak yang akan terjadi di dua puluh lima tahun ke depan nanti. 1) Manusia (Dasein) terbangun dari tidur nyenyaknya atas belenggu “kenikmatan dan kepentingan”. 2) Dengan menyibak nilai esensi-eksistensi-ekologi-ekologi di Indonesia dan bagian dari “keutamaan manusia dan ciptaan lain” secara konsisten pemikiran Heidegger akan menghantarkan pada sebuah kesadaran dan tanggung jawab yang besar terhadap alam ini . 3) Manusia (<em>dasein)</em> yang peka terhadap alam diperoleh dari paradigma berpikir baik, paradigma berpikir yang baik membawa pada pengaaktulisasian yang baik; pengaktulisasian yang baik akan membawa manusia dan ciptaan lain pada keharmonisan, keindahan dan keteraturan yang baik.</p>Yosef UsmanFransiskus Xaverius Eko Armada RiyantoMathias Jebaru Adon
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015218219610.25078/sjf.v15i2.3291PEMIKIRAN GENDER DAN PEMBAHARUAN ISLAM: SEBUAH PENGAYAAN INTELEKTUAL ASMA BARLAS
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/3366
<p>Tujuan penelitian ini untuk menguraikan tentang sebuah pemikiran tentang gender dan pembaharuan islam yang diprakarsai oleh Asma Barlas. Argumen Barlas dalam konteks pemikiran gender dalam pembaharuan Islam berangkat dari sebuah kenyataan bahwa perempuan, dalam masyarakat “arab”, merupakan manusia yang kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi dan dimarginalkan. Misalnya, dulu sekali, budaya arab menekan pandangan ketidakadilan terhadap kedudukan perempuan. Sebelum datangnya agama Islam, perempuan di masyarakat Arab mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil. Pada masa Jahiliyah, perempuan dianggap sebagai mahluk yang berkedudukan sangat rendah dan tidak memiliki peran dalam hidupnya sendiri. Hak kekuasaannya dimiliki oleh ayah dan saudaranya yang laki- laki sebelum menikah, dan dimiliki oleh suaminya setelah menikah. Wanita seringkali mendapatkan perlakuan tidak berkemanusiaan pada saat zaman itu. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam konteks pembaharuan Islam, pemikiran gender Barlas memberikan landasan bagi gerakan feminis Islam. Dengan merinci sejarah penindasan terhadap perempuan dan menawarkan interpretasi yang lebih inklusif terhadap ajaran Islam, Barlas menginspirasi perempuan Muslim untuk mengambil peran aktif dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Pemikirannya menciptakan momentum bagi perubahan dalam cara masyarakat melihat dan menghargai kontribusi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.</p>Mohamad Rifaldi BusuraShofiyullah Muzammil
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015219720510.25078/sjf.v15i2.3366IDE MANUSIA TERBELENGGU MENURUT SWAMI VIVEKANANDA DAN ARTHUR SCHOPENHAUER SERTA IMPLIKASI ETISNYA
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/3977
<p class="western" lang="id-ID" align="justify"><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Jean-Paul Sartre </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">(1905-1980)</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> mengatakan manusia ditakdirkan untuk bertindak bebas. </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Plautus di tahun 195 SM mengatakan manusia adalah serigala bagi sesamanya manusia, dengan kata lain manusia cenderung terbelenggu untuk berkehendak jahat ketimbang sebaliknya. Para filsuf terbelah pada ku</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">bu</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> yang lebih optimis </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">atau</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> lebih pesimis dalam memandang manusia. </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Swami Vivekananda dan Arthur Schopenhauer sama-sama memiliki pandangan yang pesimistis atas kehidupan dan manusia. Artikel ini berfokus untuk menelaah ide Schopenhauer dan Vivekananda mengenai manusia terbelengu. </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Serta a</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">khirnya penulis ingin mengetahui implikasi etis yang dihasilkan jika bertolak dari pandangan mereka yang berkesesuaian? </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;">Penelitian ini bersifat kualitatif, </span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">eksplanatif, dan studi kepustakaan. </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Arthur </span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Schopenhauer melihat kehidupan sebagai penderitaan yang tak berujung dan ini bersumber dari </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>noumena K</em></span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>ehendak</em></span></span></span></span> <span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">yang tidak rasional dan kehidupan yang seperti komedi</span></span></span></span> <span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">dan tragedi</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">.</span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> Ia sendiri juga mengakui terinspirasi oleh ajaran-ajaran Hindu Vedanta. Swami Vivekananda selaku tokoh penting pembawa Vedanta ke Eropa pernah mengkritisi Schopenhauer perihal natur dari “kehendak.” Namun demikian Vivekananda juga memiliki pesimisme terkait manusia dengan </span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">adanya</span></span></span></span> <span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>maya</em></span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">, pengetahuan dan </span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>manas</em></span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> manusia yang terbelengu, </span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>karma</em></span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">, </span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>samsara</em></span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">, </span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><em>klesa</em></span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">, serta</span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> trinitas </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">ketidaktahuan, ke</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">hendak</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">, dan ketidaksetaraan</span></span></span></span><span style="color: #111111;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">.</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> Oleh sebab itu sekalipun tidak sama persis dalam hal natur kehendak manusia, Vivekananda dan Schopenhauer sama-sama menekankan adanya id</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">e manusia terbelenggu. Implikasi etisnya manusia membutuhkan kesadaran untuk menyelesaikan sendiri pergumulan moralnya atau </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">determinasi </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">pe</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">nyadaran</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"> dari </span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">yang bukan dirinya</span></span></span></span><span style="color: #000000;"><span style="font-family: Georgia, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">.</span></span></span></span></p>Guruh David Agus Tampubolon
Hak Cipta (c) 2024 Sanjiwani: Jurnal Filsafat
2024-09-202024-09-2015220621710.25078/sjf.v15i2.3977TANTANGAN PEMUKA AGAMA SEBAGAI MEDIATOR ANTARA TRADISI DAN TEKNOLOGI DI DESA DUDA UTARA
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/4275
<p>Pemuka agama di Desa Duda Utara menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara warisan tradisional dan perkembangan teknologi yang semakin maju, terutama dalam konteks era Society 5.0. Artikel ini membahas peran pemuka agama sebagai mediator dalam upaya mempertahankan prinsip <em>ataraxia</em> di tengah perubahan zaman. Berdasarkan observasi lapangan dan wawancara, ditemukan bahwa pemuka agama berfungsi sebagai penghubung antara tradisi keagamaan dan praktik kehidupan sehari-hari, sekaligus menjadi figur yang menjaga tatanan sosial dengan memberikan nasihat dan arahan moral. Meskipun demikian, dalam menghadapi era modern dengan perubahan sosial yang cepat, para pemuka agama ini sering kali terjebak dalam rutinitas tradisional yang cenderung kaku. Keadaan ini memicu tantangan besar, terutama dalam hal bagaimana mereka bisa menyesuaikan metode pengajaran dan kepemimpinan mereka dengan ekspektasi generasi muda yang lebih menginginkan pendekatan interaktif dan relevan. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa kurangnya integrasi teknologi menjadi salah satu faktor yang membatasi efektivitas pemuka agama dalam merespons kebutuhan masyarakat modern. Metode pengajaran tradisional kini perlu diperbarui dengan memanfaatkan media digital. Penting bagi pemuka agama untuk mengembangkan keterampilan literasi digital dan metode pengajaran yang lebih inklusif. Pengembangan kolaborasi dengan institusi pendidikan dan organisasi lain juga menjadi langkah strategis untuk menjembatani kesenjangan antara ajaran tradisional dan dinamika modern. Dengan melakukan adaptasi ini, pemuka agama di Desa Duda Utara dapat mempertahankan peran sentral mereka, memperkuat ikatan sosial, dan menjaga relevansi mereka di tengah masyarakat yang semakin berubah.</p>I Komang Suastika Arimbawa
Hak Cipta (c) 2024
2024-09-202024-09-2015221822910.25078/sjf.v15i2.4275DUALISME MANUSIA DALAM LONTAR TUTUR BHAGAWAN ANGGASTYA PRANA
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/4353
<p>Lontar Bhagawan Anggastya Prana merupakan salah satu Lontar yang bersifat Sivaistik dimana Tuhan Siwa memiliki kedudukan tertinggi dan merupakan asal mula dari penciptaan manusia (Bhuwana Alit) yang disebut dengan Sang Hyang Siwatman. Lontar Bhagawan Anggastya Prana memiliki keunikan tersendiri dari beberapa Lontar-Lontar lainnya di Bali. Lontar ini menjelaskan proses penciptaan manusia serta penempatan aksara-aksara suci yang terdapat pada tubuh manusia beserta Ista Dewata yang menguasainya sebagai ajaran dalam upaya untuk mencapai kelepasan (Moksa). Oleh karena itu, penting untuk menggali kembali konsep dualisme manusia menurut Tutur Bhagawan Anggasta Prana. Penelitian ini tergolong jenis penelitian kualitatif dimana data primer atau data utama yang digunakan dalam penelitian yakni Lontar Bhagawan Anggastya Prana yang bersumber dari Lontar Bhagawan Anggastya Prana koleksi UPD Pusat dokumentasi Kebudayaan Bali.</p> <p>Dualisme manusia dalam Tutur Bhagawan Anggasta Prana menyentuh inti dari ajaran spiritual mengenai sifat ganda atau dualitas yang ada dalam diri manusia. Dalam konteks teks ini, dualisme manusia digambarkan sebagai dua aspek utama yang membentuk keberadaan manusia, yaitu aspek fisik (stula sarira) dan aspek spiritual atau roh (suksma sarira). Berdasarkan analisis terhadap Lontar Tutur Bhagawan Anggastya Pranā maka dapat diketahui bahwa Jiwa (atman) perwujudan dari Sang Hyang Śiwatma. Manusia dijiwai Dewa, Kala dan Atma. Unsur-unsur Badan merupakan anugrah para Dewa yang akhirnya semua menyatu menjadi sebuah keutuhan yaitu badan. Aksara Suci dalam Tubuh Manusia merupakan Manifestasi Sang Hyang Widhi.</p>I Ketut WardanaNi Luh Gede WariatiNi Wayan Sri Astiti
Hak Cipta (c) 2024
2024-09-202024-09-2015223023910.25078/sjf.v15i2.4353MENATAP TUHAN DALAM HARMONI SATYAM, SIVAM, SUNDARAM: TELAAH FILOSOFIS ATAS METAFORA KOSMIK
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/view/4354
<p>Upanisad, salah satu literatur suci dalam filsafat Hindu yang memuat berbagai metafora alam untuk menjelaskan konsep ketuhanan yang tidak terpikirkan dan transendental. Metafora alam ini menjadi jembatan yang memungkinkan manusia memahami Tuhan sebagai <em>Satyam</em> (kebenaran), <em>Sivam</em> (kebaikan), dan <em>Sundaram</em> (keindahan). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh eksplorasi mendalam pada teks-teks Upanisad yang menggambarkan dimensi ketuhanan dengan menggunakan unsur-unsur alam semesta, yang mana dimensi ini tidak hanya bersifat spiritual tetapi juga relevan dalam kehidupan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis metafora alam dalam Upanisad dengan memahami bagaimana metafora tersebut menggambarkan sifat Tuhan dalam tiga aspek utama: kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan hermeneutik untuk menafsirkan teks-teks Upanisad secara kontekstual, disertai dengan analisis filosofis untuk memahami implikasi simbolisme alam terhadap konsep ketuhanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora alam digunakan untuk menggambarkan unsur keabadian, kemurnian, dan universalitas Tuhan. Metafora alam dalam Upanisad bukan hanya sebuah ekspresi estetika, tetapi juga medium filosofis yang mendalam untuk menggambarkan Tuhan sebagai <em>Satyam, Sivam, Sundaram</em>. Simbolisme ini memperkuat pemahaman bahwa Tuhan tidak hanya hadir dalam dimensi spiritual tetapi juga terwujud dalam harmoni alam semesta, sehingga dapat memberikan inspirasi bagi manusia untuk menjalani hidup yang selaras dengan prinsip-prinsip ilahi.</p> <p>Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi kajian lintas disiplin antara filsafat, teologi, dan ekologi spiritual, terutama dalam mengaitkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.</p>Jyothi Devi KrishnanandayaniPrasanthy Devi Maheswari
Hak Cipta (c) 2024
2024-09-202024-09-2015224025110.25078/sjf.v15i2.4354