Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH <table class="data" width="100%" bgcolor="#f0f0f0"> <tbody> <tr valign="top"> <td width="20%">Nama Jurnal</td> <td width="80%">: <a href="http://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH" target="_blank" rel="noopener"><strong>Pangkaja: Jurnal Agama Hindu</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Frekuensi</td> <td width="80%">: <strong>Maret dan September</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">DOI</td> <td width="80%">: <strong><a href="https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.1425">https://doi.org/10.25078</a></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">ISSN Cetak</td> <td width="80%">: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1180428961" target="_blank" rel="noopener"><strong>1412-7474</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">ISSN Online</td> <td width="80%">: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1533781295" target="_blank" rel="noopener"><strong>2623-2510</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Indexing</td> <td width="80%">: <strong><a href="https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/32019" target="_blank" rel="noopener">Garuda</a>, <a href="https://scholar.google.co.id/citations?user=2Q4s1mcAAAAJ&amp;hl=id" target="_blank" rel="noopener">Google Scholar</a>, <a href="https://portal.issn.org/resource/ISSN/2623-2510" target="_blank" rel="noopener">Road</a></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Editor-in-Chief</td> <td width="80%">: <a href="https://scholar.google.com/citations?user=8EmyeioAAAAJ&amp;hl=id&amp;oi=ao" target="_blank" rel="noopener"><strong>I Gede Suwantana</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Kontak</td> <td width="80%">: <strong>jurnalpangkaja@gmail.com</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Penerbit</td> <td width="80%">: <a href="https://uhnsugriwa.ac.id/" target="_blank" rel="noopener"><strong>Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Deskripsi</td> <td width="80%"> <p dir="ltr">Pangkaja: Jurnal Agama Hindu merupakan jurnal ilmiah yang dikelola oleh Program Studi Magister Brahma Widya Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Pangkaja: Jurnal Agama Hindu adalah media untuk mempublikasikan hasil penelitian yang berkaitan dengan berbagai masalah Agama, Sosial dan Budaya Hindu yang semakin kompleks dewasa ini seiring derasnya arus globalisasi.<br />Fokus Pangkaja: Jurnal Agama Hindu adalah Agama, Sosial, dan Budaya Hindu.</p> </td> </tr> </tbody> </table> id-ID jurnalpangkaja@gmail.com (Pangkaja) suwantana@uhnsugriwa.ac.id (I Gede Suwantana) Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 OJS 3.3.0.7 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 KOMODIFIKASI UPACARA NGABEN DI DESA LEGIAN KUTA BADUNG https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3815 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena komodifikasi upacara Ngaben di Desa Legian, Kuta, Badung, Bali. Ngaben, yang merupakan salah satu ritual penting dalam agama Hindu di Bali, mengalami perubahan signifikan seiring dengan meningkatnya pariwisata dan komersialisasi di wilayah tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang proses dan dampak komodifikasi upacara Ngaben. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Informan kunci meliputi tokoh adat, pemangku upacara, dan pelaku usaha yang terlibat dalam proses komodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komodifikasi upacara Ngaben tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga membawa perubahan pada nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat setempat. Upacara Ngaben yang dulunya sakral kini sering kali diadaptasi untuk menarik wisatawan, yang berujung pada pergeseran makna dan tujuan upacara tersebut. Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun komodifikasi memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, terdapat kekhawatiran mengenai pelestarian nilai-nilai tradisional dan spiritual dari upacara Ngaben. Penelitian ini merekomendasikan perlunya kebijakan yang seimbang antara pengembangan pariwisata dan pelestarian budaya agar esensi upacara Ngaben tetap terjaga.</p> I Wayan Sukrayasa, Relin D.E., I Made Arsa Wiguna Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3815 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 RITUAL PANYAMBLEH KUCIT BUTUAN DALAM UPACARA MECARU SASIH KAWULU DI JABA PURA DALEM DESA ADAT SANDING KECAMATAN TAMPAKSIRING KABUPATEN GIANYAR https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4103 <p>Dalam pelaksanaan ritual yang dilaksanakan oleh umat beragama Hindu tentu tidak akan terlepas dari lima dasar keyakinan yang disebut dengan <em>panca yadnya</em>. Seperti <em>ritual penyambleh kucit butuhan</em> yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa <em>Adat</em> Sanding dimana merupakan salah satu dari bagian <em>panca yadnya</em> khususnya <em>bhuta yadnya</em> yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali tepat jatuh pada hari <em>Tilem Kawulu</em> dimana ritual ini dilaksanakan di jaba Pura Dalem Desa <em>Adat</em> Sanding sebagai bentuk suguhan atau makanan yang diberikan kepada para <em>bhuta-bhuti </em>dan para <em>rarencang</em> <em>Ida Bhatara</em> di Pura Dalem demi keselamatan dan kerahayuan serta pelindungan jagat. Berdasarkan fenomena yang terdapat pada pelaksanaan <em>panyambleh kucit butuan </em>tersebut, sangat penting dilakukan suatu penelitian dengan judul “ritual <em>panyambleh kucit butuan </em>dalam <em>upacara</em> mecaru <em>sasih kawulu </em>di jaba Pura Dalem Desa <em>Adat </em>Sanding, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar”. Dalam penelitian ini mengangkat tiga permasalahan pokok yaitu : (1) Bagaimana proses ritual <em>panyambleh kucit butuan </em>dalam <em>upacara</em> <em>mecaru sasih kawulu </em>di jaba Pura Dalem Desa <em>Adat</em> Sanding, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar?, (2) Apa fungsi ritual <em>panyambleh kucit butuan </em>dalam <em>upacara mecaru sasih kawulu </em>di jaba Pura Dalem Desa <em>Adat</em> Sanding, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar?, (3) Dampak positif dari ritual <em>panyambleh kucit butuan </em>dalam <em>upacara</em> <em>mecaru sasih kawulu </em>di jaba Pura Dalem yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa<em> Adat</em> Sanding, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar?.</p> I Made Restu Artama, Ni Gusti Ayu Agung Nerawati Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4103 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 PEMENDAKAN SESUHUNAN PURA DALEM SUSUNAN WADON PADA SAAT PUJAWALI DI PURA DALEM SAKENAN DESA SERANGAN DENPASAR SELATAN https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4179 <p>Dengan memahami keanekaragaman fungsi Pura dengan segala ritual atau pelaksanaan upacara yang berbeda-beda di setiap daerah serta keunikan suatu upacara di Pura akan dapat menghargai warisan budaya yang berharga dan memahami peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat Bali. Keanekaragaman fungsi dan keunikan suatu prosisi upacara di Pura salah satunya terlihat dari pelaksanaan ritual yang unik yang dilaksanakan, salah satunya adalah dalam praktek keagamaan seperti tradisi yang di memiliki salah satu Pura saat di laksanakannya <em>pujawali</em> yaitu di Pura Dalem Susunan Wadon di Desa Serangan, <em>pujawali</em> ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali bertepatan pada hari suci Kuningan, disamping itu setiap pelaksanaan upacaranya harus <em>memendak </em>manifestasi Tuhan yang <em>bersthana</em> di Pura Dalem Susunan Wadon sebelum upacara <em>pengerebegan</em> dilaksanakan tanpa <em>pemendakan</em> upacara tidak dapat dilaksanakan.&nbsp; Berdasarkan atas uraian inilah timbul beberapa rumusan masalah di antaranya mengapa dilaksanakan <em>pemendakan</em> saat <em>pujawali </em>di Pura Dalem Sakenan ke Pura Dalem Susunan Wadon? bagaimana prosesi <em>pemendakan</em> tersebut, dan apa <em>implikasi – implikasi</em> yang di timbulkan dari pelaksanaan <em>pemendakan </em>tersebut. Dari tiga permasalahan yang di timbulkan tersebut maka akan di jelaskan dengan beberapa teori pengkajian yaitu teori sistem <em>religi </em>untuk menjawab permasalahan pertama, teori s<em>truktural fungsional</em> untuk menjawab permasalahan kedua dan teori simbol di jadikan sebagai dasar untuk menjawab permasalahan yang ke tiga sehingga menemunakan jawaban – jawaban berdasarkan teori yang di gunakan secara garis besarnya sebagai berikut. Menemukan sejarah Pura Dalem Sakenan dan sejarah Pura Dalem Susunan Wadon, alasan – alasan <em>pemendakan Sesuhunan </em>Pura Dalem Susunan Wadon saat <em>pujawali</em> di Pura Dalem Sakenan, metologi dari dilaksanakannya <em>pemendakan,</em> tradisi<em> pemendakan</em> <em>Sesuhunan</em> Pura Dalem Susunan Wadon saat <em>pujawali</em> di Pura Dalem Sakenan, proses <em>pemendakan,</em> sarana <em>pemendakan,</em> prosesi <em>pemendakan</em>, syarat dan waktu <em>pemendakan,</em> pihak – pihak yang terlibat dalam<em> pemendakan</em> dan <em>implikasi – implikasi</em> yang ditimbulkan dari adanya prosesi <em>pemendakan</em> ini mulai dari implikasi <em>teologis,</em> sosial, etika, <em>religius </em>dan <em>estetika</em></p> Anak Agung Ngurah Wirawan Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4179 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 MITIGASI BENCANA DALAM LONTAR ROGHA SANGHARA BHUMI https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4605 <p>Pada prinsip sosio-ekologi, adanya berbagai fenomena alam merupakan bentuk dinamis yang terjadi dalam koridor spiritual dan empiris manusia dalam mengetahui substansi pertalian hidup antara berbagai dimensi, baik yang bersifat fisik maupun metafisik. Agama Hindu di Bali telah diwarisi bekal pengetahuan fundamental mengenai konteks kebencanaan, yang dalam berbagai praktik ritual yang dilakukan memiliki tujuan utama untuk menyelaraskan kehidupan antara manusia, Tuhan, dan alam. Berkenaan dengan pernyataan tersebut, pengetahuan mengenai kebencanaan dan mitigasinya terangkum dalam salah satu teks tattwa yang bernama <em>Lontar Rogha Sanghara Bhumi</em>. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif. Untuk menghasilkan penelitian yang bersifat valid dan kredibel, maka penelitian ini menggunakan dua jenis landasan teoritis untuk menguji kebenaran pada data-data yang diperoleh selama penelitian. Dalam hal ini, teori eco-semiotika digunakan untuk menganalisis tanda-tanda bencana yang disampaikan pada <em>Lontar Rogha Sanghara Bhumi</em>, sedangkan teori Teologi <em>Tri Hita Karana</em> digunakan untuk menganalisis mitigasi yang dilakukan untuk penanggulangan bencana menurut <em>Lontar Rogha Sanghara Bhumi</em>, dan pada teknik analisis data digunakan analisis kontent sehingga penelitian ini bisa disajikan secara deskriptif. Temuan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah adanya tanda-tanda yang nampak sebelum dan dirasakan sebelum terjadinya bencana gempa. Gempa-gempa pada tiap sasih tersebut diyakini memiliki nilai dan dampak yang berbeda-beda sehingga mampu diketahui jenis gempa yang memiliki dampak merusak alam serta jenis gempa yang diyakini sebagai tanda semesta diberikan anugerah oleh Tuhan. Temuan lainnya, bahwa mitigasi yang patut dilakukan untuk menanggulangi bencana tersebut adalah dengan cara melaksanakan berbagai ritual <em>tawur</em> seperti <em>Pancawalikrama</em> dan <em>Labuh Gentuh</em> untuk menanggulangi bencana yang hadir secara periodik, sedangkan menghaturkan upacara <em>nangluk merana</em>, <em>prayascita</em>, dan <em>guru piduka</em> digunakan untuk menanggulangi bencana yang hadir secara insidental.</p> Made Joniarta, I Made Girinata, I Made Arsa Wiguna Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4605 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 TEOLOGI HINDU DALAM YOGA BHUWANA PRAWERTI TRADISI WATUKARU DI PASRAMAN SERULING DEWATA https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4636 <p>Agama Hindu mempercayai pendapat tentang Tuhan merupakan sebuah nilai dalam beragama (Heriyanti, 2020). Teologi Hindu merupakan kebenaran yang bersifat universal mengenai hakikat Tuhan, yang bersumber dari kitab suci dalam agama Hindu (<em>Weda)</em> yang membahas filsafat Ketuhanan yaitu <em>Brahma Widya.</em> <em>Brahma Widya </em>adalah ilmu yang menuntun manusia menuju kesadaran akan tujuan spiritual. Ajaran kebenaran menjadi salah satu tujuan pokok yang dipandang amat mulia dalam kehidupan beragama, dengan jalan melatih diri meningkatkan kesucian pikiran, dan keselarasaannya dengan tubuh dan jiwa. Salah satu jalan untuk mendukung ajaran tersebut adalah dengan mempraktikkan yoga. <em>Yoga Bhuwana Prawerti </em>merupakan salah satu rangkaian yoga dari <em>yoga tradisi watukaru. Yoga Bhuwana Prawerti </em>dalam proses penyampaian dan penjelasannya agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sangat diperlukan sebuah metode yang tepat. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk memperoleh penjelasan yang tepat melalui Kajian Teologi Hindu <em>Yoga Bhuwana Prawerti</em> Tradisi Watukaru di Pasraman Seruling Dewata, Tabanan, Bali. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini mengungkapkan: 1) Bagaimana eksistensi <em>Yoga Bhuwana Prawerti Tradisi Watukaru; </em>2) Apa simbol religius yang terkandung di dalam <em>Yoga Bhuwana Prawerti; </em>3) Apa makna Teologi Hindu dalam <em>Yoga Bhuwana Prawerti. </em>Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Eksistensi, Teori Religi dan Teori Simbol untuk membahas rumusan masalah dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif degan tahapan yaitu: menentukan jenis penelitian, mencari sumber data penelitian baik primer maupun sekunder, menentukan instrument penelitian, mengumpulkan data menggunakan metode wawancara, Observasi, dan Studi Kepustakaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis data dan penyajian hasil analisis data.</p> <p><em>Yoga Bhuwana Prawerti </em>atau sering disebut sebagai Yoga Pemutaran Jagat adalah yoga yang dikembangkan di Pasraman Seruling Dewata yang terdiri dari 6 gerakan yang diawali dengan permohonan atau doa. Keenam gerakan dalam <em>Yoga Bhuwana Prawerti </em>maing-masing memiliki simbol religious yang mendalam dalam konteks agama hindu. Teologi Hindu dalam <em>Yoga Bhuwana Prawerti </em>dapat dilihat melalui hubungan antara manusia dengan alam. Latihan <em>Yoga Bhuwana Prawerti </em>menunjukan bagaimana prinsip-prinsip teologi Hindu seperti halnya konsep Dharma. Yoga ini tidak hanya bertujuan untuk pencapaian keseimbangan fisik dan mental tetapi juga untuk pemahaman yang lebih dalam tentang manusia dalam siklus spiritual.</p> Ni Putu Indriani, Relin D.E., I Gusti Made Widya Sena Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4636 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 MAKNA UCAP – UCAP TOPENG SIDHAKARYA DALAM UPACARA PIODALAN AGUNG DI PURA DALEM AGUNG PADANGTEGAL https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4637 <p>Salah satu bentuk atau wujud kesenian <em>wali</em> adalah Tari Topeng Sidhakarya. Tari ini dipentaskan di setiap pelaksanaan upacara yadnya berskala besar. Tari ini merupakan representasi dari Brahmana Keling dalam cerita <em>babad </em>Dalem Waturenggong. Salah satu wilayah di Bali yang mementaskan tarian ini adalah Desa Adat Padangtegal. Di Desa Adat Padangtegal, dalam setiap pelaksanaan upacara <em>Piodalan Agung</em> di Pura Dalem Agung Padangtegal ditarikan sebuah topeng sakral atau tapakan Sidhakarya. Dalam pementasannya tarian tersebut berisi <em>ucap - ucap</em> atau kalimat - kalimat berbahasa kawi yang diucapkan oleh penari. Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu : (1) bagaimana maksud dari <em>ucap - ucap</em> topeng sidhakarya?, (2) konsep apa yang terkandung dalam <em>ucap - ucap</em> topeng sidhakarya dan (3) bagaimana keberadaan <em>ucap - ucap</em> topeng sidhakarya dari segi situasi, waktu serta lingkungan?, Dalam tulisan ini digunakan teori makna untuk membedah rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini&nbsp; adalah observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Data kemudian dianalisis dengan metode reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil yang diperoleh dari karya tulis ini adalah bahwa <em>ucap - ucap</em> topeng Sidhakarya di Pura Dalem Agung Padangtegal merupakan pengantar persembahan upacara <em>Piodalan Agung</em> serta melengkapi segala kekurangannya. Ucap - ucap sidakarya juga mengandung konsep konsep kefilsafatan Hindu. Konsep yang terdapat di dalamnya adalah konsep <em>Nirguna dan Saguna Brahman</em>, Konsep <em>Siwa Sidhanta</em> dan konsep <em>Tantra,</em> seerta eksistensi <em>ucap - ucap</em> topeng sidhakarya didukung oleh aspek <em>desa kala dan patra</em> sebagai penentu sakral atau profannya suatu bentuk kesenian</p> I Putu Wahendra Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4637 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 EKSISTENSI KREMATORIUM SAGRAHA MANDRA KANTHA SANTHI DI DESA PAKRAMAN BEBALANG, KABUPATEN BANGLI https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3831 <p>Pulau bali merupakan sebuah pulau yang terkenal dengan adat istiadat dan budayanya yang berbalut keyakinan agama Hindu. Perubahan yang terus menerus terjadi membawa kita kepada perkembangan dunia yang semakin maju. Perubahan yang terjadi mengacu ke segala bidang, termasuk dalam pelaksanaan upacara ngaben di Bali. Banyak fenomena yang kita temukan di masyarakat, yaitu banyak warga yang melaksanakan upacara pengabenan di tempat kremasi. Hal ini disebabkan karena masyarakat sekarang menginginkan segala sesuatu yang praktis, ekonomis dan tidak mengurangi makna. Hal inilah yang menjadi pemicu mengapa masyarakat memilih krematorium sebagai tempat melaksanakan proses pengabenan, salah satunya adalah krematorium Bebalang, Bangli. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan tinjauan deskriptif kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan studi Pustaka, wawancara dan juga dengan observasi kegiatan. Upacara ngaben merupakan salah upacara pitra Yajña yaitu pembayaran hutang kepada leluhur. Ngaben merupakan upacara pembakaran mayat masyarakat Hindu di Bali. Seiring perkembangan zaman, Masyarakat mulai beralih ke tempat kremasi untuk melaksanakan proses upacara pengabenan. Salah satunya adalah Krematorium Sagraha Mandra Kantha Santi. Tempat kremasi ini baru didirikan pada tahun 2019, namun sudah banyak Masyarakat yang melaksanakan upacara pengabenan di tempat tersebut, apalagi pada masa pandemi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan masyarakat lebih memilih krematorium sebagai tempat pelaksanaan upacara ngaben, yang pertama adalah karena praktis, tidak memakan waktu yang lama, biaya untuk melaksanakan upacara juga tergolong rendah, dan yang lebih utama ialah prosesi</p> I Nyoman Karsana Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3831 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 ETIKA UPACARA BALIATN PEMBENTUK KARAKTER MASYARAKAT HINDU DAYAK DEAH https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3896 <p>Sebelum ajaran agama Hindu masuk Monoteisme dan Monisme sebelunya di Indonesia sudah berkembang, pada penduduk pribumi sistem kepercayaan yang disebut Animisme dan Dinamisme. Kepercayaan ini masih dilaksanakan dan diyakini sampai saat ini. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme dapat kita lihat pada etnis Dayak Deah yang masih menjalankan cara penyembuhan penyakit dalam bentuk upacara (ritual) yaitu Beliatn. Upacara Beliatn tergolong dalam upacara Manusia Yadnya. upacara Beliatn hanya dilakukan oleh suku Dayak penganut agama Hindu.Pelaksanaan upacara Beliatn oleh suku Dayak Deah hanya dipahami sebagai suatu keyakinan yang turun temurun dalam bentuk tradisi yang membudaya, tanpa pemahaman akan makna religius termasuk nilai etika. Karena penelitian secara ilmiah terhadap upacara Beliatn belum dilakukan sampai yang bersifat esensial. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui,pelaksanaan upacara Beliatn ditinjau dari segi sarana, tempat dan waktu, pemimpin upacara, rangkaian pelaksanaan, pendidikan etika apa pada pelaksanaan upacara Belitan, bagaimanakah persepsi terhadap aspek pendidikan etika dalam Upacara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pengolahan data dengan cara menyusun secara sistematis, menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang diamati. penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan <em>(Library Research)</em>, yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Terkait Nilai pendidikan etika Upacara Baliatn dalam agama Hindu. dengan subjek penelitian dilakukan di Desa Mangkupuk kecamatan muara Uya Kabupaten Tabalong. Melalui hasil penelitian ilmiah ini dapat ditarik kesimpulan menjadi pokok permasalahan. Pelaksanan upacara Beliatn menggunakan sarana berupa benten saji, perlengkapan upacara dan alat musik, serta dalam pelaksanaanya dipimpin oleh seorang Mulukng dibantu seorang penggadikng bertugas mengatursarana upakara/sesajen pada saat upacara berlangsung. Rangkaian upacara Beliatnterdiri dari; upacara Ngontah (upacara awal), Besurah (musyawarah), upacara Netungkal (pembersihan), upacara Metanja (tarian sakral), dan upacara Ngator(upacara akhir). Ritual dalam bentuk upacara Belian selain untuk menyembuhkan penyakit, juga sebagai media penanaman nilai pendidikan etika Upacara, Religius dan Sosial yang mereka sebut dengan adat wolupm.</p> Soharsono, I Wayan Sukarma, I Gusti Putu Ariastina Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3896 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200 BUNUH DIRI “ULAH PATI” DALAM SUSASTRA HINDU https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4802 <p>Bali menempati posisi ketiga dengan kasus bunuh diri terbanyak di Indonesia dengan 638 kasus, mengikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bunuh diri atau yang sering disebut "<em>ulah pati</em>" dipandang sebagai tindakan yang sangat tercela karena mengganggu proses karma dan reinkarnasi. Tulisan ini menggunakan teori psikologi agama K.I Pargament dikombinasikan dengan teori Hermeneutika dari Ricoeur. Data dianalisis melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Hasil analisis tersebut kemudian disajikan secara informal. Bunuh diri sebagai fenomena seringkali merupakan cermin dari kekosongan spiritual, ketiadaan pemahaman mendalam mengenai hakikat hidup dan nilai-nilai keagamaan yang memberi arti serta arah Mengakhiri hidup secara prematur dianggap tidak sesuai karena menghambat proses spiritual yang sejatinya diperlukan untuk mencapai <em>moksa</em>. Tindakan bunuh diri bukan saja membuat sang diri (roh) mendapatkan siksaan kegelapan neraka selama 60 ribu tahun lamanya dan menyebabkan lingkungan sekitar menjadi kotor atau <em>leteh.</em> Kekotoran tubuh bagi orang membunuh dirinya tidak layak dalam upacara pembakaran, termasuk curahan air mata atau percikan air yang harus dipersembahkan kepada Dewa serta membuat orang-orang mengusung tubuh (mayat bunuh diri) dalam pembakaran mayat harus melakukan pembersihan diri secara rohani melali jalan <em>tapta kṛccha vratam </em>dan dipandang perlu untuk melakukan upaya strategi pencegahan bunuh diri dalam konteks Hindu.</p> Eka Sura Adnyana Hak Cipta (c) 2025 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/4802 Mon, 31 Mar 2025 00:00:00 +0200