Pangkaja: Jurnal Agama Hindu https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH <table class="data" width="100%" bgcolor="#f0f0f0"> <tbody> <tr valign="top"> <td width="20%">Nama Jurnal</td> <td width="80%">: <a href="http://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH" target="_blank" rel="noopener"><strong>Pangkaja: Jurnal Agama Hindu</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Frekuensi</td> <td width="80%">: <strong>Maret dan September</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">DOI</td> <td width="80%">: <strong><a href="https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.1425">https://doi.org/10.25078</a></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">ISSN Cetak</td> <td width="80%">: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1180428961" target="_blank" rel="noopener"><strong>1412-7474</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">ISSN Online</td> <td width="80%">: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1533781295" target="_blank" rel="noopener"><strong>2623-2510</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Indexing</td> <td width="80%">: <strong><a href="https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/32019" target="_blank" rel="noopener">Garuda</a>, <a href="https://scholar.google.co.id/citations?user=2Q4s1mcAAAAJ&amp;hl=id" target="_blank" rel="noopener">Google Scholar</a>, <a href="https://portal.issn.org/resource/ISSN/2623-2510" target="_blank" rel="noopener">Road</a></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Editor-in-Chief</td> <td width="80%">: <a href="https://scholar.google.com/citations?user=DGX2IvQAAAAJ&amp;hl=en&amp;oi=ao" target="_blank" rel="noopener"><strong>I Gusti Made Widya Sena</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Kontak</td> <td width="80%">: <strong>jurnalpangkaja@gmail.com</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Penerbit</td> <td width="80%">: <a href="https://uhnsugriwa.ac.id/" target="_blank" rel="noopener"><strong>Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Deskripsi</td> <td width="80%"> <p dir="ltr">Pangkaja: Jurnal Agama Hindu merupakan jurnal ilmiah yang dikelola oleh Program Studi Magister Brahma Widya Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Pangkaja: Jurnal Agama Hindu adalah media untuk mempublikasikan hasil penelitian yang berkaitan dengan berbagai masalah Agama, Sosial dan Budaya Hindu yang semakin kompleks dewasa ini seiring derasnya arus globalisasi.<br />Fokus Pangkaja: Jurnal Agama Hindu adalah Agama, Sosial, dan Budaya Hindu.</p> </td> </tr> </tbody> </table> UHN IGB Sugriwa Denpasar id-ID Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 1412-7474 NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEAGAMAAN YANG TERKANDUNG DALAM PENGGUNAAN GELANG TRIDATU BAGI UMAT HINDU https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/2762 <p>Agama Hindu merupakan agama yang paling banyak menggunakan simbol dalam ritualnya. Kehadiran simbol ini digunakan sebagai instrumen untuk menghubungkan diri dengan Tuhan untuk dapat meningkatkan <em>sraddha </em>dan <em>bhakti</em><em>. </em>Simbol dalam Hindu berperan sebagai lambang keagamaan dan merupakan benda sakral karena melalui proses sakralisasi (<em>pasupati</em>). Salah satu simbol yang sering digunakan dalam pelaksanaan ritual agama Hindu adalah gelang <em>tridatu</em><em>. </em>Gelang <em>tridatu</em> merupakan gelang sakral, yang terdiri atas tiga warna yaitu: merah, hitam, dan putih. Ketiga warna ini mewakili manifestasi Tuhan sebagai konsep <em>Tri Murti. </em>Nilai-nilai yang terkandung dalam penggunaan gelang <em>tridatu</em> oleh umat Hindu diantaranya nilai religius, nilai komunikasi, nilai estetika, nilai ketenangan dan kenyamanan, dan nilai militansi. Penggunaan gelang <em>tridatu</em> dimaknai sebagai media realisasi diri yang dapat menumbuhkan kesadaran akan jati dirinya sebagai umat Hindu. Gelang <em>tridatu</em> adalah representasi dari <em>Tri Murt</em><em>i, Tri Kona, Tri Pramana</em>, dan <em>Tri Kaya Parisudha</em> yang dapat membangkitkan kesadaran umat. Penggunaan gelang <em>tridatu</em> juga berperan sebagai media komunikasi kultural. Penggunaan benang <em>tridatu</em> dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung dapat mengkonstruksi sebuah identitas. Identitas yang menyatakan jika penggunanya adalah seorang umat Hindu. Dalam gelang <em>tridatu </em>juga terkandung nilai estetika karena keindahan kombinasi warna yang dihasilkan sehingga menghasilkan aura atau vibrasi positif dari simbol kekuatan <em>Tri Murti</em><em>. </em>Umat yang menggunakan gelang <em>tridatu</em> akan merasa lebih aman dan tenang serta merasa terlindungi dari hal-hal yang bersifat negatif terutama secara <em>niskala</em>. Umat Hindu dapat menunjukkan rasa militansinya dengan menghadirkan&nbsp; penanda dalam keutuhan agama dan juga sebagai pembeda dengan umat agama lainnya melalui menggunakan gelang <em>tridatu</em></p> I Komang Alit Adi Sanjaya Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 1 9 10.25078/pjah.v27i1.2762 EKSISTENSI PANYAWANGAN PURA KAHYANGAN JAGAT TUNGGUL BESI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT HINDU DI DESA ADAT ASAHDUREN JEMBRANA BALI https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/2827 <p>Hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Parhyangan) diaktualisasikan dengan mendirikan bangunan suci yang disebut Pura. Salah satu pura Kahyangan Jagat yang belum banyak dikenal masyarakat Hindu adalah Pura Kahyangan Jagat Tunggul Besi yang terletak di Desa Adat Temukus Karangasem. Pada Tahun 1933, sebanyak 10 KK warga pengempon yang pindah ke Desa Adat Asahduren Jembrana mendirikan Pura Panyawangan Kahyangan Jagat Tunggul Besi. Semula kegiatan sosial keagamaan di Pura Panyawangan ini berjalan harmonis. Namun akhir-akhir ini timbul konflik sosial atas eksistensi Pura Panyawangan ini.&nbsp;</p> <p>Rumusan masalah dalam penelitian ini ada 3 yaitu bagaimana sejarah berdirinya Panyawangan ini, bagaimana eksistensi Pura Panyawangan ini berkembang menjadi konflik sosial, dan bagaimana upaya penyelesaian konflik sosial yang terjadi. Teori-teori yang digunakan untuk membedah permasalahan adalah Teori eksistensialisme, Teori Religi dan Teori Konflik. Karya ilmiah ini merupakan penelitian kualitatif, penentuan informan dengan metode purposive, dan dikumpulkan dengan teknik observasi partisipatif, studi dokumen, dan studi kepustakaan. Data yang terkumpul, dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif.</p> <p>Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) Pura penyawagan ini dibangun pada tahun 1933 oleh 10 KK yang disebabkan pada masa itu sangat sulit mendapatkan transportasi untuk kegiatan sosial keagamaan di pura asal; (2) Eksistensi Pura Panyawangan ini yang semula harmonis kemudian timbul konflik karena adanya keinginan beberapa warga pengempon untuk melakukan pralina dan mengembalikan fungsi pura ini ke Pura asal di Karangasem; (3) Upaya penyelesaian konflik sosial ini adalah dengan melibatkan pihak yang bisa sebagai katup penyelamat untuk melakukan dialog-dialog sehingga didapatkan kesepakatan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga kehidupan sosial keagamaan para pengempon bisa harmonis sesuai ajaran Tri Hita Karana.&nbsp;</p> <p>Kata kunci : Tri Hita Karana, Eksistensi, Konflik&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;&nbsp;</p> I Komang Sudharka Utama Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 10 17 10.25078/pjah.v27i1.2827 UPACARA NGABEN DI KREMATORIUM SANTHAYANA DENPASAR https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/2889 <p>Modernisasi Upacara Ngaben di Krematorium Santhayana Denpasar dilakukan oleh karena adanya konflik yang berujung pada sanksi-sanksi Desa Pakraman secara structural sehingga dapat menindas kelompok minoritas. Dalam praktik desa pakraman di Bali, kelompok minoritas ini adalah mereka yang memperoleh suara paling sedikit dibandingkan kelompok lainnya. Dari sisi ini posisi dan peran tokoh desa akan memiliki kedudukan yang istimewa karena dapat memperkuat posisi mayoritas. Artikel ini secara deskriptif menarasikan bentuk, fungsi dan Implikasi Modernisasi Upacara Ngaben di Krematorium Santhayana Denpasar. Inti dari upacara ngaben krematorium sama dengan upacara ngaben konvensional yaitu proses untuk mengembalikan segala unsur-unsur dalam tubuh manusia sampai asalnya di alam semesta, yaitu meleburkan jazad manusia yang disebut Panca Maha Bhuta Alit menjadi Panca Maha Bhuta Agung melalui pembakaran. Keberadaan Krematorium Santhayana memiliki fungsi Sosial-Religius, Pelestarian Budaya, Transisi Modernisasi Budaya Hindu Bali, Fungsi Manajemen Ekonomi dan Religi Praktis. Sementara Pelaksanaan Modernisasi Upacara Ngaben di Krematorium Santhayana Denpasar berimplikasi pada rekayasa Sosial, Implikasi Ekonomi Masyarakat, Wisata Budaya, Implikasi Tradisi, dan Implikasi Pemberdayaan Masyarakat.</p> Kadek Budiasa Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 18 26 10.25078/pjah.v27i1.2889 PENGUNAAN GAMELAN BHATARA BAGUS SELONDING DALAM TRADISI MEGERET PANDAN DI DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN KECAMATAN MANGGIS KABUPATEN KARANGASEM https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3049 <p>Gamelan Bhatara Bagus Selonding is a gamelan which is sacred by the people of Tenganan Pegringsingan Village. Gamelan Bhatara Bagus Selonding has an important role in religious activities in Tenganan Pegringsingan Village, especially in the Megeret Pandan tradition. This research was formulated in 3 problems, namely: 1) What is the shape of the Bhatara Bagus Selonding Gamelan instrument in the Megeret Pandan Tradition in Tenganan Pegringsingan Village, Manggis District, Karangasem Regency? 2) What is the function of Gamelan Bhatara Bagus Selonding in the Megeret Pandan Tradition in Tenganan Pegringsingan Village, Manggis District, Karangasem Regency? 3) What does the meaning of Gamelan Bhtara Bagus Selonding in the Megeret pandan Tradition in Tenganan Pegringsingan Village, Manggis District, Karangasem Regency?<br />The problem is examined with three theories namely, the principle of religious principles, aesthetic theory, and symbol theory. The method used in this study is a qualitative method, the process consists of determining the location of research, using qualitative data sourced from informants and relevant written sources, determining research instruments, informants are determined on a representative basis. Data collection through observation, in-depth interviews, literature study and documentation.<br />The results showed that (1) The form of Bhatara Bagus Selonding Gamelan is slonding barungan tools including: 1) Atungguh Paenem, 2) Atungguh patuduh, 3) Atungguh nyongnyong Ageng, 4) Aungguh Nyongnyong Alit, 5) Atungguh Gong Ageng, 6) Atungguh Gong Alit, 7) Atungguh Kempul Ageng, 8) Atungguh Kempul Alit.2) The function of Bhatara Bagus Selonding is as a Superintendent and Pengerahan Megerert pandan. As forming the feeling of courage when playing Gending Kelor curry Gug-curry.3) The meaning contained in the Gamelan Bhatara Bagus Selonding in the Megerert Pandan Tradition is Gamelan Bhatara Bagus Selonding is very purified and made into God (God).</p> Gusti Ngurah Arya Gusnadi I Nyoman Subrata I Nyoman Piartha Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 27 34 10.25078/pjah.v27i1.3049 PŪJĀ TRISANDHYĀ DI DESA ADAT TONJA KECAMATAN DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3498 <p>Konsep ibadah merupakan aspek yang sangat penting bagi setiap umat beragama. Cara sembahyang umat Hindu di Indonesia dibimbing dengan melakukan Pūjā Trisandhyā agar mengetahui dan merasakan atau mengenali sifat-sifat dan kemahakuasaan Tuhan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pūjā Trisandhyā tergolong dalam upasana dan merupakan jalan bhakti yoga. Mantra Pūjā Trisandhyā hanya dikumandangkan melalui alat pengeras suara, tanpa adanya usaha untuk memberikan edukasi terkait pemahaman yang mendalam di dalamnya. Tujuan penelitian ini untuk memperkaya ulasan Trisandhyā dan mengeksflorasi fenomena berkaitan dengan implementasi Pūjā. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan filosofis dan fenomenologi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan implementasi Pūjā Trisandhyā di Desa Adat Tonja cenderung dipandang sebagai hal yang biasa yang wajib dipraktikkan untuk melengkapi persembahyangan dalam sebuah ritual piodalan. Jika tidak dilaksanakan tiga kali sesuai dengan ketentuan waktu, sebagian masyarakat merasa hal tersebut tidak/bukan menjadi masalah, implementasi puja sudah tergantikan dengan aktivitas yang lain; seperti mebanten canang, sembahyang dalam hati, ngayah di banjar untuk kegiatan suka dan duka, bekerja mencari nafkah dan sebagainya.</p> <p>&nbsp;Kata Kunci: Pūjā Trisandhyā, Desa Adat Tonja</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> Dewa Ayu Putu Tuty Setiarsih I Ketut Donder I Gusti Made Widya Sena Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 35 50 10.25078/pjah.v27i1.3498 GENEOLOGI GENDER: PEMBUKTIAN LOGIS DOMINASI SPIRITUAL WANITA ATAS PRIA https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3517 <p>Selama ini dunia memandang wanita sebagai makhluk yang lemah dan semacam mengasingkannya dalam pergulatan kehidupan yang lebih kompleks. Wanita selalu menjadi objek degradasi gender yang sampai saat ini masih saja sering terjadi. Padahal wanita sama dan setara kedudukannya dengan wanita, terlebih dalam dimensi pemahaman spriritualnya. Untuk dapat membuktikan urgensi dan hipotesisi tersebut maka penulis melakukan <em>library research</em> yang basisnya merupakan penelitian kualitatif yang kemudian diuraikan secara deskriptif interpretatif. Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana peran dan kontribusi wanita. Peran dan kontribusi wanita menjadi landasan dasar bagi penulis untuk menjabarkan kedudukan wanita yang ditinjau melalui konsep ajaran agama Hindu dengan basis teksnya yaitu <em>Manawa Dharmaçastra</em>. Hasil penelitian ini membuktikan secara tekstual bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam pandangan agama Hindu. <em>Manawa Dharmaçastra</em> menyatakan bahwa dimana wanita dihormati maka disana kebahagiaan akan tercapai, namun sebaliknya dimana wanita mengalami penderitaan dan kesedihan maka disana kehancuran akan terjadi. Penghormatan kepada wanita tentu didasarkan pada argumentasi logis yang dapat dipertanggungjwabakan kebenarannya secara ilmiah. Maka penulis dapat membuktikan bahwa alasan wanita dihormati sebagaimana Hindu memandang salah satunya disebabkan karena wanita memiliki tingkat spiritual yang lebih tinggi daripada pria. Pandangan penulis ini dibuktikan melalui berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Michael Argyle; Chao-Chih Liao; Intan Indah Sari dan Sari Sudarmiati; Yuni Novitasari, Syamsu Yusuf, dan Ilfiandra Ilfiandra; Ita Nur Itsna; serta Retno Mangestuti&nbsp;dan&nbsp;Rahmat Aziz. Seluruh penelitian yang dilakukan tersebut membuktikan bahwa wanita memiliki tingkat spiritualitas yang lebih tinggi dari pria, sehingga geneologi gender sangat mempengaruhi kondisi spirititulitas manusia.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Spiritual, Gender, <em>Manawa Dharmaçastra</em></p> Ida Bagus Adnyana Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 51 66 10.25078/pjah.v27i1.3517 ASPEK PSIKIS IBU HAMIL DALAM MELAHIRKAN PUTRA SUPUTRA DALAM TEKS LONTAR TATTWA NGEMBAN WONG BOBOT https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/PJAH/article/view/3537 <p>Dalam usaha untuk melanjutkan keturunan yang berkwalitas melaui proses kehamilan yang baik dan sempurna.. Selama janin berada dalam kandungan, memberikan beberapa pengaruh psikis (mental ) ibunya seperti mengalami kondisi psikis campur-aduk, antara cemas, bahagia, dan ragu dengan kehamilannya, mengalami fluktuasi emosi, mengalami perubahan hormonal. Maka dari itu dukungan moral dari suami dan lingkungan keluarga sangat di perlukan sehingga janin yang dikandung tetap sehat. Adapun upaya yang dilakukan guna membangun psikis ibu hamil agar bayi yang dikandungnya tetap sehat seperti mengaturkan pola makan yang meiputi makan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh ibu hamil (cuntaka), melakukan upacar pemebersihan diri sebagai aktualisasi diri terhadap keimanan dan ketaquan kehadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa, sesuai dengan tujuan yadnya itu sendiri yaitu untuk mengantarkan janin menuju pada keselamatan mendapatkan kesucian lahir dan batin serta dapat tumbuh kembang dengan sempurna. Selanjutnya melakukan dialoh sastra sebagai upaya memberikan ketenangan pada gelombang pikiran secara efekif agar dapat menimbulkan daya intelektual yang mantap. Dari semua upaya yang dilakukan tersebut hanyalah bertujuan untuk mendapatkan putra yang suputra yang dapat menyelamatkan leluhurnya dari penderitaan.</p> I Gusti Putu Ngurah Inten Hak Cipta (c) 2024 Pangkaja: Jurnal Agama Hindu 2024-03-31 2024-03-31 27 1 67 77 10.25078/pjah.v27i1.3537